MenaraImpian.com - Ilmuwan: Akan Ada Teknologi yang Bisa Manipulasi Otak
www.menaraimpian.com |
BANDAR TOGEL - Dua ahli etika biomedis menyerukan pembuatan Undang-Undang hak asasi
manusia (HAM) baru untuk memastikan agar orang terlindungi, termasuk
dalam 'hak kebebasan kognitif' dan 'hak integritas mental'. Hal itu
bukan tanpa dasar.
Dalam satu percobaan, periset dapat membaca pikiran orang, yakni
apakah mereka berencana menambah atau mengurangi dua angka, dengan
akurasi 70 persen.
Baru-baru ini Facebook juga mengungkapkan bahwa pihaknya secara
diam-diam telah menggarap teknologi untuk membaca pikiran orang sehingga
mereka bisa mengetik hanya dengan berpikir.
Selain itu, periset kesehatan berhasil menghubungkan bagian otak
seseorang yang lumpuh ke komputer, untuk memungkinkannya merangsang otot
di lengannya sehingga dia bisa menggerakkannya dan memberi makan
dirinya sendiri.
Ahli etika yang menulis di jurnal Life Sciences, Society and Policy
menekankan kemungkinan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka
mengungkap bahwa akan ada perangkat neuroteknologi yang terukur dan
mudah digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun perangkat tersebut sangat rentan disalahgunakan. Mereka
memperingatkan bahwa 'peretasan otak' dan 'penggunaan neuroteknologi
medis berbahaya' dapat memerlukan redefinisi gagasan integritas mental.
"Kami menyarankan bahwa untuk menanggapi kemungkinan munculnya
neuroteknologi, hak atas integritas mental seharusnya tidak menjamin
secara khusus atas perlindungan dari penyakit jiwa atau luka trauma,
tapi juga gangguan yang tidak sah ke dalam kesejahteraan mental
seseorang yang dilakukan melalui penggunaan neuroteknologi, terutama
jika gangguan tersebut mengakibatkan bahaya fisik atau mental pengguna
neuroteknologi," tulis para ahli etika seperti dikutip dari Independent, Kamis (26/4/2017).
"Hak privasi mental adalah hak privasi khusus saraf yang melindungi
informasi pribadi atau senstif dalam pikiran seseorang dari pengambilan,
penyimpanan, penggunaan, atau penghapusan yang tak sah dalam bentuk
digital atau sebaliknya."
Para ahli etika juga memperingatkan bahwa teknik tersebut begitu
canggih sehingga pikiran seseorang mungkin telah dibaca atau terganggu
tanpa sepengetahuan mereka.
"Penyalahgunaan ke dalam privasi mental seseorang mungkin tak
melibatkan pemaksaan, karena tindakan itu dapat dilakukan di bawah
ambang sadar seseorang," tulis para ahli etika.
Mereka mengusulkan empat UU HAM baru, yakni hak kebebasan kognitif,
hak privasi mental, hak integritas mental, dan hak keberlanjutan
psikologis.
Seorang akademisi di sekolah hukum Sekolah Hukum Zurich University
dan rekan penulis makalah tersebut, Profesor Roberto Andorno, mengatakan
bahwa pemetaan otak telah mencapai titik di mana ada diskusi mengenai
legitimasi di pengadilan pidana. Misalnya alat tersebut digunakan
sebagai alat untuk menyelidiki pelaku kriminal.
"Perusahaan konsumen menggunakan pemetaan otak untuk 'neuromarketing'
yang berfungsi memahami perilaku konsumen dan memperoleh tanggapan yang
diinginkan dari pelanggan," ujar Andorno.
"Ada juga alat seperti 'decoder otak' yang bisa mengubah data pemetaan otak menjadi gambar, teks, atau suara."
"Semua ini bisa menjadi ancaman bagi kebebasan seseorang yang kami
upayakan cara mengatasinya dengan pengembangan empat undang-undang hak
asasi manusia yang baru," jelas Andorno.
Rekan Andorno, Marcello Ienca dari Institute for Biomedical Ethics at
Basel University mengatakan, pikiran dianggap sebagai tempat
perlindungan terakhir atas kebebasan pribadi dan penentuan nasib
seseorang. Pemetaan otak membuat kebebasan pikiran berisiko.
"Undang-undang yang kami usulkan akan memberi hak kepada seseorang
untuk menolak neuroteknologi yang memaksa dan invasif, memlindungi
privasi data yang dikumpulkan neuroteknologi, dan melindungi aspek fisik
dan psikologis pikiran dari kerusakan akibat penyalahgunaan
neuroteknologi," jelas Ienca.
"Kita harus siap menghadapi dampak teknologi ini terhadap kebebasan pribadi kita," imbuh Ienca.
0 comments:
Post a Comment